A. Kode Etik Profesi Akuntan Publik
Kode Etik Profesi Akuntan Publik yang
berlaku efektif pada tanggal 1 januari
2010 disusun IAPI dengan mengacu pada Code of Ethics for Professional Aaccountants yang
diterbitkan oleh The International Ethics
Standard Board for Accountants (IESBA-IFAC) Edisi tahun 2008. Pada teks
aslinya, Code of Ethics yang
diterbitkan IFAC terdiri dari 3 bagian:
1. Bagian
A (General Application of the Code)
2. Bagian
B (Proffesional Accountants in Public
Practice)
3. Bagian
C (Professional Accountants in Business)
Namun,
karena bagian C dipandang belum relevan untuk diadopsi IAPI, maka hanya bagian
A dan B yang diadopsi setelah diterjemahkan dan dimodifkasi.
Bagian
A dari kode etik ini menetapkan prinsip dasar etika profesi dan memberikan
kerangka konseptual untuk penerapan prinsip tersebut, sedangkan bagian B
memberikan ilustrasi mengenai penerapan penerapan kerangkan konseptual tersebut
pada situasi tertentu. Kode etik tersebut menetapkan prinsip dasar dan aturan
etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap individu dalam kantor akuntan
publik (KAP atau jaringan KAP) yang memberikan jasa professional yang meliputi
jasa asurans dan jasa selain asurans. Dalam kode etik ini, individu yang
dimaksud disebut sebagai “Praktisi”.
B. Prinsip Dasar Etika Pprofesi
Prinsip dasar yang disajikan pada bagian
A kode etik terdiri dari 5 prinsip, yaitu:
1. Prinsip
Integritas
· Prinsip
integritas mewajibkan setiap Praktisi untuk tegas, jujur dan adil dalam
hubungan professional maupun hubungan bisnisnya.
· Praktisi
tidak boleh memberikan laporan, komunikasi dan informasi lainnya yang diyakini
terdapat:
a) Kesalahan
yang material atau pernyataan yang menyesatkan.
b) Pernyataan
atau informasi yang diberikan secara tidak hati hati.
c) Penghilangan
atau penyembunyian yang dapat menyesatkan atas informasi yang seharusnya
diungkapkan.
2. Prinsip
Objektivitas
· Prinsip
objektivitas mengharuskan Praktisi untuk tidak memberikan subjektivitas,
benturan kepentingan atau pengaruh yang tidak layak dari pihak pihak lain
memengaruhi pertimbangan professional atau pertimbangan bisnisnya.
· Setiap
praktisi harus menghindari hubungan yang bersifat subjektif atau yang dapat
mengakibatkan pengaruth yang tidak layak terhadap pertimbangan profesionalnya.
3. Prinsip
Kompetensi Serta Sikap Kecermatan dan
Kehati-hatian Profesional
· Prinsip
kompentesi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian professional mewajibkan
serta Praktisi untuk:
a) Meningkatkan
pengetahuan dan keahlian professional yang dibutuhkan unutk menjamin pemberian
jasa professional yang kompeten kepada klien atau pemberi kerja
b) Mengguakan
kemahiran professional secara seksama (cermat dan hati-hati) sesuai dengan
standar profesi yang berlaku dalam memberikan jasa profesinalnya.
· Pemberian
jasa professional yang kompeten membutuhkan pertimbangan yang cermat dalam
penerapan pengetahuan dan keahlian professional. Kompetensi professional dalat
dibagi menjadi 2 tahap yang terpisah:
a) Pencapaian
kompetensi professional
b) Pemeliharaan
kompetensi professional
· Pemeliraan
kompetensi professional membutuhkan kesadaran dan pemahaman yang berkelanjutan
terhadap perkembangan teknis profesi dan perkembangan binis yang relevan.
Pengembangan dan pendidikan professional yang berkelanjutan sangan diperlukan
untuk meningkatkan dan memelihara kemampuan Praktisi agar dapat melaksanakan
pekerjaannya secara kompeten dalam lingkungan professional.
· Sikap
lecermatan dan kehati-hatian professional mengharuskan setiap Praktisi untuk
bersikap da bertindak secara hati-hati, menyeluruh dan tepat waktu sesuai
dengan persyaratan penugasan.
· Setiap
Praktisi harus memastikan tersedianya pelatihan yang tepat bagi mereka yang
bekerja dibawah wewenangnya dalam kapasitas profesionalnya.
· Bila
dipandang perlu, Praktisi haru menjelaskan keterbatasan jasa professional yang
diberikan kepada klien, pemberi kerja atau pengguna jasa professional lainnya
untuk menghindari terjadinya kesalah tafsiran atas pernyataan pendapat yang
terkait dengan jasa professional yang diberikan.
4. Prinsip
Kerahasiaan
· Prinsip
kerahasiaan mewajibkan setiap Praktisi untuk tidak melakukan tindakan sebagai
berikut:
a) Menungkapkan
informasi yang bersifat rahaia yang diperoleh dari hubungan professional dan
hubungan bisnis kepada pihak diluar KAP atau jaringan KAP tempatnya bekerja
tanpa adanya wewenang khusus, kecuali jika terdapat kewajiban untuk
mengungkapkanya sesuai dengan ketentuan hokum atau peraturan lainnya yang
berlaku
b) Menggukan
informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh dari hubungan professional dan
hubungan bisnis untuk keuntungan pribasi atau pihak ketiga.
· Setiap
praktisi harus tetap menjaga prinsio kerahasiaan, termasuk dalam lingkungan
sosialnya. Setiap praktisi harus waspada terhadap kemungkinan pengungkapkan
yang tidak sengaja, terutama dalam situasi yang melibatkan hubungan jangka
panjang dengan rekan bisnis maupun anggota keluarga atau anggota keluarga
dekatnya.
· Setiap
praktisi harus tetap menjaga prinsip kerahasiaan informasi yang diungkapkan oleh calon klien
atau pemberi kerja.
· Setiap
praktisi harus mempertimbangkan pentingnya kerahasiaan informasi terjaga dalam
KAP atau Jaringan KAP tempatnya bekerja.
· Setiap
praktisi harus menerapka semua prosedur yang dianggap perlu untuk memastikan
terlaksananya prinsio kerahasiaan oleh mereka yang bekerj dibawah wewenangnya,
serta pihak lain yang memberikan saran dan bantuan profesionalnya.
· Kebutuhan
untuk mematuhi prinsip kerahasiaan terus berlanjut, bahkan setelah berakhirnya
hubungan antar Praktisi dengan klien atau pemberi kerja. Ketika berpindah atau memperoleh
klien baru, Praktisi berhak untuk menggunakan pengalaman yang diperoleh
sebelumnya. Namun demikian, Praktisi tetap tidak boleh menggunakan atau
mengungkapkan setiap informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh sebelumnya
dari hubungan professional atau hubungan bisinis.
Dibawah
ini merupakan situasi-situasi yang mungkin mengahruskan Praktisi untuk
mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia atau ketika pengungkapan tersebut
dianggap tepat:
a) Pengungkapan
yang diperbolehkan oleh huku dan disetujui oleh klien atau pemberi kerja.
b) Pengungkapan
yang diharuskan oleh hokum, sebagai contoh:
i.
Pengungkapan dokumen atau bukti lainnya
dalam siding pengadilan
ii.
Pengungkapan kepada otoritas public yang
tepat mengenai suatu pelanggaran hokum
c) Pengugkapan
terkait dengan kewajiban professional untuk mengungkapkan, selama tidak
dilarang ketentuan hukum:
i.
Dalam mematuhi pelaksanaan penelaahan
mutu yang dilakukan oleh organisasi profesi atau regulator
ii.
Dalam menjawab pernyataan atau
investigasi yang dilakukan oleh organisasi profesi atau regulator
iii.
Dalam melindungi kepentignan
professional Praktisi dalam sidang pengadilan
iv.
Dalam mematuhi standar profesi dan kode
etik profesi yang berlaku
· Dalam
memutuskan untuk mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia, setiap Praktisi
harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a) Dirugikan
tidaknya kepentingan semua pihak, termasuk pihak ketiga, jika klien atau
pemberi kerja mengizinkan pengungkapkan informasi oleh Praktisi
b) Diketahui
tidaknya dan dikung tidaknya semua informasi yang relevan. Ketika fakta atau
kesimpulan tidak didukung bukti atau ketika informasi tidak lengkap,
pertimbangan professional harus digunakan untuk menenukan jenis pengungkapan
yang harus dilakukan
c) Jenis
komunikasi yang diharapkan dan pihak yang dituju. Setiap Praktisi harus
memastikan tepat tidaknya pihak yang dituju dalam komunikasi tersebut.
5. Prinsip
Perilaku Profesional
· Prinsip
perilaku profesioanl mewajibkan setiap Praktisi untuk mematuhi setiap ketentuan
hokum dan peraturan yang berlaku serta menghindari setiap tindakan yang dapat
mengdiskreditkan profesi. Hal ini menckup setiap tindakan yang dapat
mengakibatkan terciptanya kesimpulan yang negative oelh pihak ketigas yang
rasional dan memiliki pengetahuan mengenai semua informasi yang relevan yang
dapat menurunkan reputasi profesi.
· Dalam
memasarkan dan mempromosikan diri dan pekerjaannya, setiap praktisi tidak boleh
merendahkan martabat profesi. Setiap
Praktisi harus bersikap jujur dan tidak boleh bersikap atau melalukan
tindakan sebagai berikut:
a) Membuat
pernyataan yang berlbihan menganai jasa profsinoal yang dapat diberikan,
kualifikasi yang dimiliki atau pengalaman yang telah diperoleh
b) Membuat
pernyataan yang merendahkan atau melalukan perbandungan yang tidak didukung
bukti terhadap hasil perkerkaan Praktisi lain.
C. Kerangka Konseptual Etika Profesi
Kode etik mengharuskan Praktisi selalu
menerapkan kerangka konsptual untuk mengindentifilasi ancama (threat) terhadap kepatuhan pada prinsip
dasar serta menerapkan pencegahan (safeguards).
· Ancaman
terhadap kepatuhan praktisi pada prinsip dasar etika profesi dapat terjadi
dalam situasi tertentu ketika praktisi melaksanakan pekerjaannya. Karena
beragamnya situasi tersebut, tidak mungkin untuk menjelaskan setiap situasi
yang dapat menimbulkan ancaman tersebut beserta pencegahan yang tepat dalam
kode etik ini. Selain itu, karena berbedanya sifat perikatan dan penugasan
pekerjaan, pencegahan yang diterapkan untuk menghadapi ancaman terhadap
kepatuhan pada prinsio dasar etika profesi
dapat berbeda untuk situasi yang berbeda. Kerangka konsptual
mengharuskan Praktisi untuk mengindentifikasi, mengevaluasi dan menangani
setiap ancaman terhadap kepatuhan ada prinsip dasar etika profesi dengan tujuan
untuk melindungi kepentingan public, serta mematuhi seperangkat peraturan
khusus yang dapat bersifat subjektif.
· Kode
etik ini memberikan suatu kerangka untuk membantuk Praktisi dalam
mengidentifikasi, mengevaluasi dan menanggapi ancaman terhadap kepatuhan pada
prinsip dasar etika profesi. Jika ancaman tersebut merupakan ancaman selain
ancaman yang secara jelas tidak signifikan, maka pencegahan yang tepat harus
dipertimbangkan dan diterapkan untuk menghilangkan ancaman tersebut atau
mengurangi tingkat yang dapat diterima sehingga kepatuhan terhadap prinsip
dasar etika profesi tetap terjaga.
· Setiap
praktisi harus mengevaluasi setiap ancaman terhadap kepatuhan dasar etika
profesi ketika ia mengetahui atau seharusnya dapat mengetahui kadaan atay
hubungan yang dapat mengakibatkan pelanggaran terhadap prinsip dasar etika
profesi.
· Setiap
Praktisi harus memperhatikan factor-faktor kualitatif dan kuantitatif dalam
mempertimbangkan signifikansi suatu ancaman, jika Praktisi tidak dapagt
menerapkan pencegahn yang tepat, maka ia harus menolak untuk meenrima perikatan
tersebut atau menghentikan jasa professional yang diberikannya atau bahkan
mengundurkan diri dari perikatan tersebut.
· Praktisi
mungkin saja melanggar suatu ketentuan dalam kode etik ini secara tidak sengaja,
tergantung dari sifat dan signifikasinya. Pelanggaran tersebut mungkin saja
tidak mengurangi kepatukan pada prinsip dasar etika profesi jika pelanggaran
ersebut dapat dikoreksi sesegera mungkin ketika ditemukan dan pencegahan yang
tepat telah diterapkan.
· Kepatuhan
pada prinsip dasar etika profesi dapat terancam oleh berbagai situasi. Ancaman tersebut
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Ancaman
Kepentingan Pribadi, ancaman yang terjadi sebagai dar akibat dari kepentingan
keuanga maupun kepentingan lainnya dari Praktisi maupun anggota keluarga
langsung atau anggota keluarga dekat dari Praktisi.
b) Ancaman
telaan pribadi, ancaman yang terjadi ketika pertimbangan yang dibrtikan
sebelumnya harus dievaluasi kembali oleh praktisi yang bertanggung jawab atas
pertimbangan tersebut.
c) Ancaman
advokasi, ancaman yang terjadi ketika praktisi menyatakan sikap atau pendapat
mengenai suatu hal yang dapat mengurangi objektivitas selanjutnya dari praktisi
tersebut.
d) Ancaman
kedekatan, ancaman yang terjadi ketika praktisi terlalu bersimpat terhadap
kepentingan pihak lain sebagai akibat dari kedekatan hubungan
e) Ancaman
intimidasi, ancaman yang terjadi ketika Praktisi dihalangi untuk bersikap
objektif
· Pencegahan
yang dapat menghilangkan ancaman tersebut atau menguranginya ke tingkat yang
dapat diterima dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Pencegahan
yang dibuat profesi, perundang-undangan atau peraturan
b) Pencegahan
dalam lingkungan kerja
· Pencegahan
yang dibuat oleh profesi, perundang-undangan atay peraturan yang mencakup
antara lain:
a) Persyaratan
pendidikan, pelatihan dan pengalaman untuk memasuki profesi
b) Persyaratan
pengembangan dan pendidikan professional berkelanjutan
c) Peraturan
tata kelola perusahaan
d) Standar
profesi
e) Prosedur
pengawasan dan pendisiplinan dari organisasi profesi atau regulator
f) Penelaahan
eksternal oleh pihak ketiga yang diberikankewenangan hokum atas laporan,
komunikasi atau informasi yang dihasilna oleh Praktisi.
· Pencegahan
terterntu dapat meningkatkan kemungkinkan untuk mengidentifikasikan atau
menghalangi perilaku yang tidak sesuai dengan etika profesi. Pencegahan
tersebut dapat dibuat oleh prodesi, perundang-undangan, peraturan atau pemberi
kerja yang mencakup antara lain:
a) System
pengaduan yang efektif dan diketahui secara umum yang dikelola oleh pemberi
kerja, profesi atau regulator yang kemungkinan kolega, pemberi kerja dan
anggota masyarakat untuk melaporkan perilaku Praktisi yang tidak professional
atau yang tidak sesuai dengan etika profesi,
b) Kewajiban
yang dinyatak secara tertulis dan eksplisit untuk lemaporkan penggaran etika
profesi terjadi
· Sifat
pencegaha yang diterapkan sangat beragam, tergantung situasinya. Dalam memberikan
pertimbangan profesionalnya terhadap pencegahan tersebut, setiap praktisi harus
mempertimbangkan hal- hal yang dapat menyebabkan tidak dapat diterimanya
pertimbangan tersebut oleh pihak ketiga yang rasional dan memiliki pengetahuan
mengenai semua informasi yang relevan, termasuk pengetahuan mengenai
signifikasi ancaman dan pencegahan yang diterapkan.
· Dalam
mengevaluasi kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi, Praktisi mungkin
diharuskan untuk menyelesaikan masalah dalam penerpan prinsip dasar etika
profesi.
· Ketika
memulai proses penyelesaian masalah yang terkait dengan etika profesi, baik
secara formal maupun informal, setiap praktisi baik secara individu maupun
bersama-sama dengan koleganya, harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a) Fakta
yang relevan
b) Masalah
etika profesi yang terkait
c) Prinsip
dasar etika profesi yang terkait dengan masalah etika profesi yang dihadapi
d) Prosedur
internal yang berlaku
e) Tindakan
alternatif
· Setelah
mempertimbangkan hal-hal tersebut, Praktisi harus menentukan tindakan yang
sesuai dengan prinsip dasar etika profesi yang diidentifikasi. Praktisi harus
mempertimbagkan juga akibat dari setiap tindakan yang dilakukan. Jika masalah
etika profesi tersebut tetap tidak dapat diselesaikan, maka Praktisi harus
berkonsultasi dengan pihak yang tepat pada KAP atau jaringan KAP tempatnya
berkerja untuk membantu menyelesaikan masalah etika profesi tersebut.
· Jika
masalah etika profesi melibatkan konflik dengan atau dalam organisasi klien
atau permberi kerja, maka Praktisi harus mempertimbangkan untuk melakukan
konsultasi dengan pihak bertanggung jawab atas tata kelola perusahaan, seperti
komite audit
· Praktisi
sangat dianjurkan untuk mengdokumentasikan substansi permasalahan dan rincian
pembahasan yang dilakukan atau keputusan yang diambil yang terkait dengan
permasalahan tersebut
· Jika
masalah etika profesi yang signifikan tidak dapat diselesaikan makan Praktisi
dapat meminta nasihat professional dan organisasi profesi yang relevan atau
penasihat hokum untuk memperoleh pedoman mengenai penyelesaian masalah etika
profesi yang terjadi tanpa melanggar prinsip kerahasiaan. Sebagai contoh,
ketika menentukan kecurangan (fraud), Praktisi harus mempertimbangkan untuk
memperoleh nasihat hukum dalam menentukan ada tidaknya keharusan untuk
melaporkan tanpa melanggar prinsip kerahasiaan.
· Jika
setelah mendalami semua kemungkinan yang relvan, masalah etika profesi tetap
tidak dapat diselesaikan, maka Praktisi harus menolak untuk dkaitkan dengan hal
yang menimbulkan masalah etika profesi tersebut. Dalam situasi tertentu,
merupakan dirinya dalam tim perikatan atau penugasan tertentu, atau bahkan
mengundurkan diri dari perikatan tersebut atau dari KAP atau Jaringan KAP
tempatnya bekerja.
Sumber:
Hery
(2017). “Auditing dan Asurans: Integrated and Comprehensive Edition” Jakarta,
Grasindo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar